18 Mar 2012

Masalahnya Adalah Kompetensi Wasit

 
Howard Webb (Getty Images)Presiden UEFA, Michel Platini, sejak lama menolak dengan tegas wacana penggunaan teknologi garis gawang (goal-line technology). Dalam wawancara dengan koran Jerman Welt am Sonntag, legenda sepak bola Perancis ini menilai ide tersebut sangat buruk.


Platini mengatakan, tidak ideal menggunakan kamera untuk menentukan sebuah gol. Dia lebih suka tenaga manusia. Itu sebabnya UEFA menguji coba penggunaan tambahan dua asisten wasit di Liga Europa sejak musim 2009/2010.

Asisten wasit tambahan ini ditempatkan di sisi masing-masing gawang. Tugasnya adalah mengawasi segala kejadian di kotak penalti yang biasanya luput dari perhatian wasit utama dan hakim garis. Bila ada insiden kontroversial, mereka akan memberi rekomendasi kepada wasit utama.

Kelihatannya ideal. Tetapi apa benar demikian?

Pada 17 September 2009, di Goodison Park, Everton menjamu AEK Athens dalam partai pertamanya di Liga Europa musim tersebut. Dalam laga, wasit mengeluarkan kartu merah untuk penyerang Everton (ketika itu), Louis Saha, karena kedapatan menyentuh bola.
                                                                                                                                                    
Wasit mengeluarkan keputusan itu setelah menerima laporan dari asistennya di sisi gawang Athens. Tetapi pelatih Everton, David Moyes, tak habis pikir mengapa asisten wasit tambahan tidak melihat seorang pemain Athens menendang bokong Saha dengan sengaja pada insiden pertama, namun menyaksikan dengan jelas pemain Prancis tersebut menyentuh bola.

Moyes bukan tak sepakat dengan kartu merah Saha, tetapi ia merasakan ketidakadilan. Itu sebabnya pelatih asal Skotlandia ini tidak antusias dengan penggunaan tambahan asisten wasit. Kebijakan itu tidak serta merta membuat pertandingan menjadi sempurna.

Para wasit pun sebenarnya tidak sepakat dengan tambahan asisten. Mereka merasa koleganya memiliki ancaman keselamatan dan kenyamanan. Bila misalnya, dalam kasus Everton tadi, pemain Athens yang menendang bokong Saha diusir dari pertandingan dan di belakang asisten wasit itu adalah tribun bagi suporter Athens maka sang asisten akan menerima hujatan sepanjang sisa waktu pertandingan. Ini bisa mengganggu fokus bekerja.

Kontroversi adalah hal yang senantiasa membayangi pertandingan sepak bola. Ironisnya, hal itu bukan dalam konotasi sering terjadi. Juga tidak terjadi di setiap partai dalam sebuah kompetisi walau kadang kala terjadi di partai krusial seperti final. Kontroversi sering bermula dari keputusan wasit seperti yang baru saja terjadi dalam partai besar Serie A antara AC Milan dan Juventus pekan lalu.

Namun reaksi pada kontroversi keputusan wasit itulah yang sering kurang sesuai. Ide teknologi di garis gawang dan tambahan asisten wasit adalah sebagian di antaranya. Usaha mengurangi kesalahan wasit sebenarnya terus dilakukan oleh pengelola sepak bola. Kursus penyegaran skill dan aturan, latihan kebugaran, tes kesehatan, psikologi, dan mental secara rutin dilakukan wasit. Belakangan, wasit juga memakai alat komunikasi selama bertugas.

Tetapi wasit bekerja dalam sebuah situasi yang serba cepat, melibatkan banyak manusia pula. Ada kalanya pandangan mereka terhalang oleh pergerakan lain, padahal mereka sudah berada di posisi ideal. Ini belum termasuk memperhitungkan tekanan besar yang mereka peroleh dari pemain kedua tim dan penonton di stadion.

Kembali ke kasus pertandingan AC Milan dan Juventus, hakim garis di sisi atas dari tayangan televisi dua kali melakukan kesalahan. Pertama, karena tidak mengesahkan gol Sulley Muntari dan kedua akibat menganulir gol Alessandro Matri. Walaupun kesalahan itu baru bisa dipastikan setelah melihati tayangan ulang lambat televisi.

Dan itulah yang sering terjadi. Orang menghakimi wasit karena menyaksikan melalui tayangan ulang dan dari berbagai sudut kamera. Bukan real-time yang demikian cepat dan kadang bisa menipu pandangan wasit.

Bicara tentang wasit yang biasa menjadi kambing hitam juga terkait dengan kompetensi. Wasit dan para asistennya yang ditugaskan dalam sebuah pertandingan sudah melalui semua tahapan kualifikasi. Mereka punya kompetensi yang bisa dipertanggungjawabkan. Apabila terjadi kesalahan keputusan itu karena faktor manusia tadi yang tak luput dari kekeliruan.

Bagaimana bila keputusan wasit merugikan tim? Sekali lagi, ujaran yang mengatakan kontroversi tidak terjadi di sepanjang pertandingan dan kompetisi perlu dikedepankan. Dalam kasus Juventus, ketika gol (pertama) Matri dianulir, toh ia tetap mampu mencetak gol kedua yang membuat skor imbang 2-2. Ini membuktikan ada ketangguhan mental dari Matri dan timnya. Dia tak goyah dengan keputusan pertama.

Lain halnya bila memang keputusan wasit yang aneh bin ajaib itu terjadi di kompetisi Indonesia. Setangguh apapun mental pemain dan tim, kemenangan akan tetap menjauh. Yang ini sudah masuk dalam kategori kompetensi pengelola kompetisi, bukan lagi cuma wasit.

sumber, yahoo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar